Please, add your self in my guestbook...

Kamis, Agustus 16, 2007

PILONIAN (3) : Menunggu ?

PILONIAN (3)
(Ray Asmoro)

Menunggu. Hmmm, hampir semua orang mengatakan menunggu adalah pekerjaan paling membosankan. Tapi Sariman justru mempertanyakan keabsahan pernyataan khalayak ramai itu. Bukankah dunia ini seperti ruang tunggu yang sangat besar? Dan bukankah banyak orang yang mencintai dunia ini melebihi apapun bahkan Tuhan dan keabadiannya? Lalu mengapa mereka bilang membosankan? Siapakah yang menyangkal bahwa kita semua sedang menunggu datangnya kematian yang syahdu? Dasar pilon!

Para motivator, trainer, coaches, selalu mengatakan, “Jangan menunggu! Kesempatan tidak bisa diraih dengan menunggu, action now!” Wow… Fantasctic!

Sebenarnya itu hanya soal cara menunggu. Dalam hal ini tiga macam orang. Pertama, orang yang dalam masa menunggunya tidak mau diam, setelah do something tidak lantas diam tapi melakukan daya-upaya dari sisi lain, menjalankan strategi dan taktik yang lain, agar yang ditunggu-tunggu segera datang menghampiri, atau dalam pengertian lain, agar memuluskan dan mempercepat sampai ditujuan.

Nah ini sama dengan yang dilakukan Sariman waktu kecil. Saat kecil ia ingin punya mobil-mobilan seperti milik temannya yang menggunakan remote control. Maka yang dilakukan oleh Sariman adalah meminta baik-baik kepada orang tuanya. Walaupun mereka setuju tapi Sariman tidak diberi kepastian kapan itu direalisasikan. Kemudian Sariman mulai menyusun strategi. Mula-mula ia berubah menjadi anak rajin. Selesai makan bersama langsung mengambil inisiatif untuk mencuci piring. Bangu tidur langsung menyapu lantai sekaligus mengepelnya hingga bersih mengkilap. Pokoknya ia lakukan hal-hal yang hanya menjadi komoditas anak yang dikategorikan rajin dan sholeh. Seminggu Sariman berlaku seperti itu, belum juga terealisasi keinginannya. Lantas ia jalankan taktik lainnya. Kalau menjadi anak rajin juga tidak mampu mencuri perhatian orang tuannya, mungkin jika melakukan kenakalan-kenakalan malah bisa memberikan daya desak yang nyata kepada orang tuannya untuk segera merealisasikan keinginannya. Dan benar, ketika ia mulai cengeng, tidak mau disuruh-suruh, malas belajar, mengurung diri di kamar, orang tuannya mulai bingung dan segera memenuhi permintaan Sariman. Aneh, menjadi baik tidak dihargai, justru kenakalan malah dihadiahi. Siapa pilon?

Kedua, orang yang sudah merasa melakukan sesuatu, lalu diam menunggu sambil santai-santai dirumah, menikmati kicau burung perkututnya. Biasanya orang begini selalu bilang “Saya sudah berusaha kok”, walaupun hanya sekali, “Ya kalau itu menjadi kenyataan ya alhamdulillah, kalau tidak ya mungkin memang nasib baik belum memihak saya”. Pilon nggak sih?

Belum seberapa. Ada yang lebih pilon. Ketiga, orang yang tidak mau atau malas melakukan upaya-upaya secara massif, tapi segala yang diinginkannya maunya langsung terealisasi. Kalau ia bilang, “Aku ingin mobil”. Cling! Langsung ada mobil didepannya. Kalau ia berdoa “Tuhan berikan aku keuntungan besar dalam usaha”. Gubrak! Seketika angka-angka dalam neraca dan laporan rugi-labanya berubah dari minus menjadi surplus tanpa harus menjalankan strategi bisnis apapun. Edan!

Orang macam ini biasanya susah di beritahu, suka ngotot. Kalau di nasehati malah sok tau. “Saya kan sudah meminta melalui doa-doa saya, dan Tuhan kan sudah janji, barang siapa meminta niscaya akan Dia perkenankan”. Mas, kalau belajar agama jangan sepenggal-sepenggal, kata Sariman (yang kadang suka sok agamis). Ente hanya punya dasar satu ayat, ente lihat dong ayat-ayat yang lain. Enak saja, maunya minta ini dipenuhi, minta itu dikabulkan, minta anu di jabanin, Emang ente kira Tuhan itu karyawanmu? Dasar pilon permanent!

Saat ini, detik ini, ada saudara-saudara kita yang mungkin sedang menunggu-nunggu panggilan kerja setelah mengirimkan berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus lamaran kerja. Ada yang sedang menunggu datangnya jodoh. Ada yang menunggu promosi kenaikan jabatan atau kenaikan gaji. Ada yang menunggu kelahiran anak. Ada yang menunggu keputusan hakim. Ada yang menunggu kekasih yang telah sekian lama pergi tiada kabar berita. Ada yang sedang menunggu bis di halte. Ada yang sedang menunggu seseorang yang telah berjanji bertemu di suatu tempat. Ada yang sedang menunggu rembulan jatuh dipangkuannya. Menungu. Menunggu. Dan semua orang sedang dalam masa penantian.

Yang lebih aneh atau malah pilon, adalah ketika yang ditunggu datang, saat yang diharap-harap telah tiba, saat yang di nanti-nanti menjelang, malah sewot, ngambek, marah, protes, misuh-misuh, ngedumel. Kenapa anda mengirim lamaran jika anda kemudian menolaknya. Jika anda tidak tau posisi yang ditawarkan kenapa anda begitu yakin dan mengharap-harapkannya.

Ada yang setelah mengirim lamaran kerja yang seabreg, dan setelah menunggu agak lama, datanglah panggilan kerja. Ketika datang ternyata ditawarkan pekerjaan sebagai sales. Ee, malah sewot. “Kalau sales mah ogah, gue kan maunya jadi manajer anu” seolah-olah pekerjaan sales itu hina sekali. Padahal semua pekerja adalah salesman (begitu menurut Pak Hermawan). Dan keberhasilan berusaha harus didasari dengan pengetahuan dan aplikasi salesmanship yang bagus. Bagaimana menghadapi orang, bagaimana mempengaruhi orang, bahkan sampai menggunakan hypnosis, bagaimana melakukan negosiasi, menyusun time table dan skala prioritas, melakukan segmentasi, targeting, positioning, bagaimana menjaga customer satisfaction, bagaimana menciptakan customer retention, bagaimana melakukan branding produk, bagaimana etika bertelepon, dan sebagainya. Semua itu komoditas seorang salesman. Dan itu semua kunci keberhasilan sebuah bisnis atau usaha. Begitu kok dibilang remeh dan hina.

Ada yang setelah menikan beberapa tahun baru dikaruniai anak. Ketika lahir, keluarlah bayi laki-laki. Ee, malah sewot karena sebenarnya ingin anak perempuan, dan bahkan telah menyiapkan keperluan bayi yang serba pink. Kemudian menyalah-nyalahkan Tuhan lagi. Orang jawa bilang “dikasih ampela malah minta hati”. Alias tidak berteimakasih, tidak mensyukuri. Dilaknat kau nanti.

Memang kamu ini siapa, kok mau mendikte Tuhan. Lagian, belum tahu jenis kelamin bayimu mengapa sudah yakin yang keluar bakal bayi perempuan lalu belanja perlengkapan bayi yang serba pink. Aneh… Dasar pilon!

Pertanyaan selanjutnya adalah kapan berakhirnya masa tunggu itu. Sariman menjawab tidak tahu. Siapa yang pilon? Ya yang bertanya. Kenapa harus bertanya kepada Sariman.

Yang jelas, kata Sariman lagi, memang benar Tuhan sudah berjanji kalau ummatnya meminta pasti akan diperkenankan. Tapi sabar dong… (sifat sok agamisnya mulai kumat). Coba deh kita pahami cara berfikirnya Tuhan. Jika Tuhan sudah berjanji pasti akan ditepati, kan Tuhan itu maha menepati janji, nggak kayak kita yang suka ngaret. Lha kalau kita merasa sudah meminta dan berusaha keras dan tidak kunjung menjadi kenyataan jangan buru-buru timpakan kesalahan pada Tuhan.

Pertama yang –mungkin—harus kita sadari, kata Sariman, adalah dimensi waktu dunia dengan dimensi keabadian tidak sama. Dalam dimensi keabadian tidak ada batasan waktu, karenanya tidak ada siang-malam, pagi-sore, tidak ada hukum relatifitas, tidak ada hukum sebab-akibat, semuanya absolute, pasti. Sedangkan kita yang dialam dunia dilingkupi oleh ruang dan waktu, maka semua yang didunia bersifat fana dan sementara. Berlaku hukum relatifitas dan sebab-akibat. Menunggu sehari, seminggu, sebulan, setahun, sewindu mungkin terasa lama bagi kita tapi itu waktu yang sangat pendek dialam keabadian. Jadi kalau kita meminta kepada Tuhan lalu kita telah berupaya keras dengan berbagai cara namun juga tidak kunjung datang, mungkin karena ada determinasi waktu antara alam dunia dan alam keabadian.

Kedua, Tuhan memang sengaja menunda apa yang kita minta. Tentu dengan alasan yang Tuhan sendirilah yang tahu. Mungkin saja jika permintaan kita dikabulkan ternyata bathin kita belum siap, justru menjadikan kita kufur dan takabur, justru malah mendatangkan kemudhorotan bagi diri sendiri maupun lingkungan, maka Tuhan bersedia menunggu sampai kita benar-benar siap menerimanya. Lho apa ngga baik Tuhan itu. Tuhan saja bersedia menunggu kok kenapa kita jadi kemrungsung?

Ketiga, mungkin karena yang kita minta irealistic, mengada-ada, diluar batas kemampuan kita. Tuhan kan memberikan sesuatu bahkan bencana sesuai kemampuan kita. Lha kalau Tuhan belum memberikan yang kita pinta, mungkin yang kita minta sesungguhnya diluar batas kemampuan kita. Persoalannya banyak diantara kita yang terlalu PD, ge-er, merasa yang paling mampu, yang paling tahu, yang paling bisa, padahal aslinya mbelgedhes.Nah, Tuhanlah satu-satunya yang tahu seberapa takaran keimanan kita, kesungguh-sungguhan kita, dan keikhlasan kita, karena Tuhan yang menciptakan kita. Tuhan kan tidak pilon. Kita saja yang sering pilon, berbuat sesuatu tapi tidak tau esensinya, melakukan sesuatu tapi tidak paham hakikatnya.

Keempat, mungkin Tuhan punya rencana lain terhadap kita. Bukannya bermaksud mengingkari janjinya tapi Tuhan tahu apa yang terbaik bagi kita. Maka ketika kita meminta sesuatu dan ternyata menurut kalkulasi Tuhan itu “tidak baik” bagi kita, bisa saja Tuhan men-subtitusi-kannya dengan hal yang lain yang lebih pas dengan kita.

Itulah enaknya punya Tuhan, brur! Dia itu penuh kalkulasi, penuh perhitungan, tahu detil dari segala hal, jadi jangan kuatir. Tuhan tidak pernah salah atau tertukar. Yang seharusnya Si Ani jodohnya Si Anu, tertukar dengan Si Itu, Impossible.

Maka menunggu itu seharusnya tidak perlu merasa bosan. Karena itu salah satu kodrat kita sebagai manusia yang hidup dilingkupi ruang dan waktu. Maka persoalannya adalah, kita manfaatkan bagaimana masa tunggu kita ini? Dengan kesadaran bagaimana seharusnya kita hadapi masa tunggu ini? Agar ketika yang ditunggu-tunggu datang kita bisa tersenyum, penuh suka-cita. Dan itulah kematian yang syahdu, kematian yang disambut dengan suka-cita, dengan senyum.

Tapi kenapa kemarin kami uring-uringan, Man…

“Bagaimana saya tidak uring-uringan, saya lagi mengerjakan tugas kantor hingga larut, pulang dari kantor larut, hingga saya lupa memberi kabar istri, ditambah lagi handphone saya sedang drop. Begitu sampai rumah jam 12 malam disambut dengan muka kusut istri saya, dia bilang : Papa ini ya tidak tahu orang resah apa, tidak tahu kalau istri dirumah ini menunggu dengan perasaan kuatir dan cemas, takut kalau ada apa-apa di jalan… bla-bla-bla… Lha kan saya jadi bingung. Siapa yang pilon dalam hal ini. Saya kah yang pilon karena tidak memberikan kabar karena harus pulang larut? Atau istri saya?”

“Jelas kamu yang pilon, Man. Kamu yang salah”

“Oke, saya memang salah dalam satu sisi. Tapi aneh apa tidak jika sesuatu yang tidak kita inginkan untuk terjadi ternyata benar tidak terjadi lalu kita malah marah-marah?”

“Maksudmu?”

“Istri saya kan resah menunggu saya pulang hingga larut. Kemudian karena resah, cemas, maka di pikirannya tergambar hal-hal yang mengada-ada, yang di karang-karang sendiri, ditipu oleh perasaannya dan percaya, misalnya kalau orang pulang telat berarti ada beberapa kemungkinan. Bisa jadi karena pekerjaan belum selesai, bisa jadi ngelayap kemana-mana, atau jangan-jangan kecelakaan di jalan, jangan-jangan dirampok terus dibunuh, di iris-iris, di mutilasi dan sebagainya. Dan sepertinya yang negatif-negatif itulah yang dipercaya. Tapi anehnya lagi, ketika saya datang selamat, tidak kurang suatu apapun termasuk kesetiaanku terhadap istriku tercinta itu, eee… masih marah-marah, ngomel-ngomel. Aneh tho?”

Oalah Man… Man…

Tidak ada komentar:

me and my self

Hand Made (lukisan crayon diatas kertas)

mulai 10 Nov 2008...

free counters