Please, add your self in my guestbook...

Rabu, Oktober 22, 2008

Kuncinya adalah KOMUNIKASI ! ( # 2 )

FORMULA KOMUNIKASI EFEKTIF (2) – NLP Series


Seperti disinggung sebelumnya, orang bisa berkomunikasi dengan baik jika memiliki kecenderungan yang sama, atau memiliki banyak persamaan. Nah, ini sesungguhnya menjadi peluang bagi kita untuk bisa ’masuk’ dalam membangun komunikasi. Pada umumnya orang cenderung minta dimengerti daripada mengerti orang lain. Kecenderungan ini bisa kita manfaatkan. Kita mengerti dulu untuk bisa dimengerti. Ketika kita hendak menyampaikan sebuah pesan atau informasi, mungkin kita perlu ’mengerti’ dulu orang lain agar ia mengerti kita pada akhirnya.


Itu sebuah konsep sederhana. Sama dengan hukum kausalitas, sebab-akibat. Jika ’akibat’ yang kita inginkan adalah orang mengerti kita, maka kita harus penuhi dulu ’sebab’nya orang bisa mengerti kita yaitu kita berusaha mengerti orang lain. Kenyataannya banyak orang yang tidak peduli dengan konsep ’mengerti dan dimengerti’ ini. Begitu punya maksud langsung tabrak saja sehingga orang justru bingung atau malah tidak respect pada kita.


MEMBANGUN Ke-AKRAB-an


Ihwal komunikasi di NLP (neuro linguistic programming) di sebutkan, “The meaning of communication is the response you get”. Ketika respons orang lain tidak sesuai dengan harapan kita berarti ada yang salah dengan komunikasi kita. Nah, jika ada orang lain, bawahan, istri, suami ataupun audiens tidak paham apa yang kita maksud, tentu itu bukan semata ’kesalahan’ mereka. Mereka tidak memahami karena kita kurang mampu mengkomunikasikan pesan yang kita maksud. Jadi ’ketidakfahaman’ mereka hanyalah ’akibat’ dan itu di’sebab’kan oleh komunikasi kita. Mungkin kita yang tidak peduli denga preferensi mereka, mungkin kata-kata kita kurang menyentuh, mungkin intonasi kita datar-datar saja, mungkin kita bicaranya kurang antusias (fisiologis), dan sebagainya.


Untuk menghindari hal seperti itu perlu dibangun hubungan/keakraban (rapport). Semakin kita bisa akrab, semakin baik hubungan yang kita bina, semakin efektif komunikasi kita. Semakin banyak kesamaan yang bisa kita bangun maka semakin besar peluang menjadi lebih akrab. Pernahkah anda bertemu dengan seseorang yang tiba-tiba berkata ”maaf, sepertinya saya pernah kenal dengan anda, tapi dimana ya...?”. Pernahkan anda mengalami hal itu? Sebenarnya ada 2 kemungkinan. Bisa jadi memang sebelumnya pernah kenal, tapi bisa juga tidak atau belum pernah kenal sama sekali, tetapi karena ia melihat diri anda memiliki banyak kesamaan dengannya atau dengan orang lain yang dikenalnya, anda menjadi tidak asing baginya, ia seperti melihat dirinya sendiri atau melihat sahabat yang dikenalnya itu.


Nah, di NLP ada beberapa teknik dalam membangun keakraban itu.


TEKNIK MATCHING AND MIRRORING


Namanya juga ’matching’ yang secara harafiah bisa diartikan kesesuaian. Maka yang kita lakukan adalah menyesuaikan diri kita kepada orang lain. Contohnya kalau kita bicara dengan seseorang yang sedang duduk, maka lebih baik kita juga duduk sejajar, sehingga yang bersangkutan tidak merasa terintimidasi. Jika kita bicara dengan anak kecil, maka lebih baik kita menurunkan badan atau jongkok (seperti yang sering dilakukan oleh Lady Di yang sudah ’die’ itu). Kalau sedang presentasi produk dihadapan beberapa direktur misalnya, ada baiknya kita menyesuaikan tampilan kita, misalnya mengenakan dasi atau berpakaian rapi, sehingga tercipta kesejajaran. Kalau orang yang kita ajak bicara suka dengan tema-tema politik atau budaya, cobalah ikuti dan sesuaikan tema pembicaraan anda dengannya. Jadi segala hal yang bisa kita sesuaikan, kita sesuaikan. Tujuannya adalah untuk membangun kedekatan dan keakraban.


Sedangkan ’mirroring’ adalah teknik bercermin. Sederhananya adalah kita melakukan apa yang ia lakukan. Jika ia menggaruk kepala, cobalah ikuti. Tapi jangan secara otomatis, nanti jadinya malah lucu. Lakukan secara gradual, pelan-pelan, yang secara sadar ia tak menyadarinya. Kalau ia bersedekap misalnya, kita yang tadinya berdiri siaga bisa pelan-pelan sambil bicara dan merubah posisi kita sama atau --paling tidak-- mendekati posisi lawan bicara kita.


TEKNIK PACING-LEADING


Teknik ini sebenarnya integral dengan kedua teknik diatas. Pacing yang juga bisa kita artikan menyamakan, tujuan dari ’pacing’ adalah leading. Seperti halnya ketika anda melakukan PDKT dengan seorang gadis, mula-mula anda melakukan ’pacing’ habis-habisan. ”dik.. sukanya makan apa?” Si Gadis menjawab, ”saya suka baso, mas..”. Anda lalu bilang ”sama dong.. kalo gitu kita makan baso yukk...” walaupun sebenarnya anda tidak begitu suka baso. Thats called ’pacing’.


Tapi dalam hal ini ’pacing’ hanya sebuah proses untuk bisa ’leading’. (Jadi kalau anda terus-terusan ’pacing’ dengan pacar anda, kapan kissing-nya?). Dalam soal pacar tentu ’playboy’ adalah lelaki yang sangat jago dalam melakukan ’pacing-leading’. Bahkan kenyataannya banyak yang pada akhirnya, setelah menikah istri bertanya-tanya ”mas kok berubah sih, ngga seperti dulu lagi?” begitu menyadari asli kesehariannya yang ternyata cuek dan ngga suka baso.

Satu lagi, kita sering mendengar kalau pasangan itu terlihat mirip, berarti jodoh. Sebenarnya kemiripan itu karena setiap hari, setiap saat pasangan itu saling melakukan ’pacing’, saling menyesuaikan bahkan gaya bicara, gesture, tarikan mukanya, kesukaannya, hobinya dan sebagainya, sehingga akhirnya terlihat mirip dan serasi.


Dalam bisnis itu berlaku juga. Saat ketemu calon pembeli, seorang sales harus bisa melakukan ’pacing’. Kecuali ia datang langsung beli, anda tidak perlu ’pacing’. Nah kebanyakan sales yang saya temui, mereka tidak ada yang melakukan pacing, maunya ’leading’ melulu. Misalnya dengan mengatakan, ”maaf pak, ada tawaran menarik dari kartu kredit X, boleh pinjam KTPnya pak..?” hmmm...


Trik pacing-leading sederhananya begini. Jika anda sedang berbicara dengan seseorang, cobalah amati yang ia lakukan, lalu ikuti pelan-pelan tanpa disadarinya. Jika ia mengucek mata, pelan-pelan anda ikuti. Jika menyibakkan rambut, tanpa ia sadari, ikuti gerakkannya, ikuti juga nada suara atau intonasinya, masuk dalam emosinya, lalu setelah melakukan beberapa kali ’pacing’ cobalah anda ’leading’...cobalah melakukan gerakan lebih dulu, misalnya menggosok hidung dengan jari, jika lawan bicara anda mengikuti berarti ia sudah ’tertarik’ atau ’bisa mengerti’ anda. Lalu anda bisa melakukan ’clossing’ atau menyampaikan maksud anda dengan lebih mudah.


Selasa, Oktober 21, 2008

KOMUNIKASI, itu KUNCINYA ! (#1)

FORMULA KOMUNIKASI EFEKTIF (1) – NLP Series

Komunikasi. Sepertinya kata itu begitu ’remeh-temeh’. Pernahkan kita berpikir bahwa hampir di setiap bagian dihidup kita memerlukan ’komunikasi’. Keharmonisan rumahtangga, konon tergantung bagaimana kita membangun komunikasi yang baik dengan dengan anggota keluarga. Sales mampu menjual produk, juga dipengaruhi oleh bagaimana kemampuan komunikasinya. Seorang ’leader’ yang baik harus mampu mengkomunikasikan visi-misinya kepada anakbuahnya. Ustadz ataupun da’i, ketika melakukan syi’ar agama pun, jika cara komunikasinya kurang baik maka audiensnya akan terkantuk-kantuk. Maka ’komunikasi’ menjadi bisa dianggap sebagai salah satu kunci sukses dalam kehidupan. Jika kita ingin sukses dalam kehidupan kita maka bangun komunikasi yang baik.


Dalam komunikasi, normalnya kita menggunakan 3 kanal. Yaitu 1) kata-kata, 2) tonality atau mutu suara / intonasi dan 3) fisiologis atau bahasa tubuh. Komunikasi yang baik seharusnya mengoptimalkan kekuatan 3 kanal komunikasi tersebut.


Kata-kata yang kita gunakan tentu memiliki peran nyata dalam menyampaikan informasi. Namun demikian kata-kata dan kalimat-kalimat yang bagus sering diabaikan oleh orang lain apabila di ucapkan dengan kurang antusias misalnya, atau dengan nada yang datar-datar saja. Coba anda bayangkan apabila pidato Bung Karno yang kalimat-kalimatnya tersusun baik dan sangat heroik itu dibawakan oleh Tessy. Kata ’anjing’ jika di beri tekanan tertentu akan menjadi berbeda maknanya. Maka kata-kata yang bagus pun kurang menjamin terjalinnya komunikasi yang baik apabila tidak di dukung oleh intonasi yang proporsional.


Di beberapa workshop saya sering menanyakan ”jika ada dua lampu batterai, yang satu di biarkan nyala terus dan satunya dibuat nyala-hidup, nyala-hidup (saya mengatakan hal itu dengan menggunakan bahasa tubuh tangan saya) manakah yang cepat habis batterainya?” Banyak orang terkecoh oleh gerakan tangan saya, daripada memperhatikan kata ’nyala-hidup’. Padahal nyala terus dengan nyala-hidup itu sama saja bukan?


Itulah salah satu kekuatan bahasa tubuh (fisiologis). Menariknya, tubuh kita ini sebenarnya tidak bisa berbohong. Kata-katanya boleh bagus. Misalnya ketika anda mengatakan kepada pacar anda, ”aku cinta padamu” tapi anda mengucapkan itu tanpa menatap matanya, sambil melengos dan mencibir. Saya pastikan kalimat cinta anda akan diragukan oleh sang pacar. Karena bahasa tubuh anda justru mengatakan sebaliknya. Bahkan seringkali kita tahu maksud seseorang hanya dari bahasa tubuhnya. ”Eh, baju saya ngga matching ya..?” anda bertanya begitu misalnya, ketika teman anda mengamati pakaian yang anda kenakan sambil mengernyitkan dahinya. Bahkan istri anda tahu kalau anda lagi stress dan capek atau sedang ada masalah di pekerjaannya ketika ia pulang langsung lempar tas dan banting pintu, tanpa berkata-kata.
Tubuh kita tidak pernah berbohong. Karena ”body and mind are parts of the same cybernetic structure”.


Ada istilah yang disebut incongruent, atau ketidaksesuaian. Dalam tahap tertentu ini bisa dikategorikan sebagai ‘penyakit’. Namun dalam komunikasi normalnya kita patuh pada kaidah-kaidah alamiah. Misalnya jika kita mengatakan tentang perasaan, tangan kita menunjuk dada. Atau ketika kita bicara tentang pikiran, bukankah kita selalu menunjuk kepala atau jidat, kenapa kita tidak menunjuk dengkul kita? Ketika kita mengatakan ”burung terbang tinggi diawan”, tangan kita melambai keatas dan bukan ke bawah.


Melanjutkan hal tersebut, dalam komunikasi juga harus memperhatikan bahwa setiap kita memiliki preferensi dalam komunikasi. Ada yang preferensinya VISUAL. Orang-rang Visual berkomunikasi dengan ’mata’. Maksudnya orang-orang visual seringkali menggunakan kata-kata seperti; melihat, memperhatikan, gambaran, mengamati, memandang, terlihat, menurut pandangan saya, dsb yang berhubungan dengan ’mata’. Orang preferensi Visual suka dengan warna-warna. Beberapa cirinya adalah, jika berjalan cepat, jika berpakaian sangat memperhatikan kesesuaian warna dan cukup eye catching, rapi, bicaranya agak cepat dengan volume yang tinggi.


Berbicara dengan orang Visual, seyogyanya kita menggunakan bahasa-bahasa visual. Uniknya ketika membaca menu makanan di restoran (tanpa foto menu makanan) orang visual biasanya mengatakan ”kelihatannya ini enak” dan bukan ”rasanya, yang ini deh yang enak” padahal kan seharusnya bicara makanan itu kan berhubungan dengan rasa. Tapi begitulah orang Visual.


Ada yang memiliki preferensi AUDITORIAL. Orang-orang Auditori berkomunikasi dengan “telinga”. Jadi kalau anda sedang berkomunikasi dengan seseorang, kemudian orang itu memiringkan mukanya dan tidak melihat anda, belum tentu ia tidak tertarik dengan pembicaraan anda, karena bisa jadi ia memiliki preferensi auditori, ia sedang memasang telinganya, mendekatkan telinga ke sumber informasi. Orang auditori sering menggunakan kata-kata seperti; mendengar, kata orang, menurut hasil survey, suaranya, senyap, dsb yang berhubungan dengan ”pendengaran”. Beberapa ciri orang auditori adalah; suka memiringkan kepala, seing bicara dengan diri sendiri, bicara jelas dan ritmis, nafasnya didada.


Ketika orang auditori di hadapkan pada menu makanan di restoran, orang auditori akan mengatakan ”hmmm mie ayam cah jamur, kedengarannya enak nih”. Sekali lagi, soal makanan seharusnya soal rasa, tetapi kata yang digunakan oleh orang auditori adalah ”kedengarannya” untuk mengakses rasa makanan.


Berikutnya adalah orang yang memiliki preferensi KINESTETIK. Orang kinestetik selalu mengakses ”perasaan”. Kata-kata yang sering digunakan oleh orang kinestetik adalah : perasaan, rasanya, sentuhan, menarik, rileks, sedih, haru biru, dsb yang berhubungan dengan ”perasaan”. Beberapa ciri orang kinestetik : bicaranya pelan dan banyak jeda, sering menggunakan pakaian longgar (mode ngga penting baginya, yang penting nyaman), nafasnya dibawah dada, peka terhadap sentuhan/kontak.


Ketika kita bertanya tentang pekerjaan, ”apakah pekerjaanmu sudah diselesaikan dengan baik?” orang Kinestetik akan menjawab ”rasanya sudah pak” dan bukan dengan kalimat ”kelihatannya sudah, pak” atau ”kedengarannya sih sudah pak”.


Kunci komunikasi adalah orang cenderung menyukai kemiripan dengan dirinya. Maka tidak heran jika misalnya kebanyakan orang visual berkumpul dengan orang visual juga. Orang yang hobi bola cenderung akan bergaul dengan orang yang hobi bola juga. Orang yang hobi naik gunung tidak akan ’nyambung’ jika ngobrol dengan orang-orang yang suka catur, misalnya. Maka jika anda ingin berhasi dalam komunikasi, gunakan ketiga kanal komunikasi diatas (kata-kata, mutu suara dan fisiologis) dengan baik dan gunakan itu sesuai preferensinya.

.......bersambung......

(Ray Asmoro)

Senin, Oktober 20, 2008

25% PENDUDUK ALAMI GANGGUAN JIWA...

Bangsa Yang Sakit (?)

(ray Asmoro)

Dalam keseharian Sariman seringkali marah-marah. Emosinya meluap-luap. Seperti air laut yang luber menggenangi daerah Penjaringan Jakarta Utara kemarin (10/10/2008). Istri Sariman cemas terhadap perubahan emosi suaminya itu. Sebelumnya ia sangat santun dan penyabar. Tetapi entah kenapa kini ia berubah.\


Belum ada yang memastikan penyebab perubahan emosi Sariman itu. Namun demikian mari coba kita amati, siapa tahu kita bisa sedikit mengurai simpul permasalahannya. Secara ekonomi, Sariman bukan termasuk orang yang kekurangan. Penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya, bahkan ada sebagian yang bisa ditabung setiap bulannya. Ia bekerja. Pekerja keras. Jam 6 pagi ia berangkat dari rumahnya, lantaran jarak dari rumah ke kantor harus ia tempuh selama hampir 2 jam. Jika mengukur jarak seharusnya bisa sampai dalam waktu 45 menit saja, tapi inilah Jakarta, matematika tak berlaku disini!


Saban hari ia harus memacu motornya melintasi jalanan Jakarta yang padat dan penat. 2 jam perjalanan itu sudah sangat menyita energi bahkan emosi. Maklum karena tidak ada namanya ketertiban dalam kamus lalu lintas disini. Semuanya sradak-sruduk. Sampai kantor ia sudah dalam keadaan cukup letih fisik maupun emosi. Kemudian ia harus bergelut dengan rutinitas kantor. Menyiapkan ini-itu, beradu argumen dengan teman sekerja bahkan dengan atasan, belum lagi ada intrik-intrik tertentu di dalam perusahaan yang memaksa ia untuk membuat strategi-strategi untuk tidak terdepak dari perusahaan itu. Banyaknya pekerjaan kadang memaksa ia untuk lembur. Jakarta harus disikapi seperti itu untuk bisa bertahan hidup, katanya suatu ketika.


Selepas jam kantor, masih menyisakan tugas-tugas yang harus diselesaikan, ia tumpuk itu dalam kepalanya yang sedikit peang. Lalu ia pun harus menyeberangi waktu 2 jam dijalanan lagi menuju rumahnya. 2 jam yang melelahkan setelah 8 jam di kantor yang juga melelahkan. Jadi total ada 12 jam yang melelahkan fisik maupun emosi, diluar rumah.


Di rumah, malam ia tidak bisa langsung tidur. Anaknya butuh perhatian juga. Lebih-lebih istrinya yang suka bercerita bahwa tetangga ini sudah punya ini, tetangga itu sudah punya itu, kita kapan punya? Kita kapan punya? Kata istrinya. Walaupun punya tabungan, toh Sariman harus berpikir agak lebih jauh, misalnya bagaimana mempersiapkan pendidikan bagi anaknya. Dan sebelum tidur, ia harus memeriksa pekerjaan kantor yang tadi ia simpan dikepalanya. Jam 12 malam atau kadang lebih, ia baru bisa memejamkan mata. Jam 5 pagi ia sudah harus bangun untuk persiapan kerja lagi. Rutinitas sehari-hari yang melelahkan fisik maupun emosi.


Itu baru persoalan internal. Belum lagi persoalan eksternal yang membuat Sariman harus melipatgandakan energi dan emosinya untuk menyikapinya. Misalnya tentang kanikan harga-harga kebutuhan pokok, kenaikan harga BBM, gas yang seringkali langka dipasaran, hiruk-pikuk politik yang memuakkan, di koran saban hari hanya ada berita-berita negatif tentang korupsi, pembunuhan, pemerkosaan, maling, ketidakberesan birokrasi dan sebagainya. Semua itu semakin menambah ruwet sirkuit diotaknya. Semuanya tumpang-tindih dikepalanya, menyesak didadanya.


Kemudian yang tak kalah seru, bagaimanapun Sariman memiliki obsesi, walaupun tidak muluk-muluk yang ia punya. Ia hanya ingin kehidupan yang lebih sejahtera, lebih mapan, ada jaminan bagi pendidikan anaknya kelak, bisa punya mobil walupun tidak mewah, bisa perbaiki rumah yang dibeberapa tempat atapnya sering bocor, bisa bantu keluarganya yang kampung dan sebagainya. Dan untuk itu ia harus bersaing dengan 9.999.999 orang di Jakarta ini! Tentu ini juga menjadi ’beban’ tersendiri bagi Sariman.


Nah, dari situ mungkin kita bisa maklum jika kemudian Sariman berubah secara emosional. Ia larut dalam kebisingan dan tumpukan permasalahan dikepalanya.
Di NLP disebutkan bahwa ”mind and body are parts of the same cybernetic structure” artinya fisik dan fikiran akan saling kait-mengkait, saling mempengaruhi. Jika fikiran kita senang, maka kesenangan itu secara otomatis akan terrefleklsikan oleh tubuh kita. Jika fikiran kita kusut maka kusut pula nampaknya muka kita.


Celakanya, ternyata banyak yang mengalami apa yang Sariman alami. Di koran SINDO hari ini (21/10/2008, hal.12) diberitakan ”25% Penduduk Alami Gangguan Jiwa”, di Jakarta diperkirakan ada 2 Juta warga terkena neurotik, seperti depresi, cemas, dan psikosomatis. Bahkan diperkirakan ada 1 dari tiap 1.000 orang terkena skizofrenia.


Saya menjadi kuatir, apalagi saat ini orang-orang tengah ramai berebut kursi di pemilu 2009. Jangan-jangan diantara mereka yang maju menjadi calon legislatif, ataupun calon presiden atau calon wakil presiden, adalah orang-orang yang stress itu, yang sebenarnya depresi dan mengalami gangguan jiwa. Lha bagaimana nasib bangsa ini kalau nanti dipimpin oleh orang-orang yang secara kejiwaan ’sakit’?


Saya kira ini bukan omong kosong atau provokasi. Gejala kearah itu sangat terbaca jelas. Coba kita perhatikan pendapat Ida Ruwaida, sosiolog dari UI. Ia mengatakan, dalam konteks sosial bangsa Indonesia memang tengah ’sakit’ sosial, misalnya terkait kepribadian yang mendua, yakni sifat seseorang ternyata berbeda sekali dengan apa yang ditampilkan dimuka umum. Menjadi jelas bukan? Untuk dipilih sebagai wakil rakyat ataupun presiden, mereka bermanis-manis, tetapi kontra-produktif dengan kenyataannya dikemudian hari. Dan itu sudah terjadi. Akankah terulang lagi?


Suatu ketika Sariman berkonsultasi dengan sahabatnya, ia menanyakan bagaimana seharusnya ia menyikapi semua ini. Sahabatnya hanya mengatakan satu hal, ”Man, jika yang kamu cari kebahagiaan, kamu tidak akan pernah menemukannya, karena kebahagiaan itu harusnya di ciptakan, bukan dicari. Dan kemampuan orang menciptakan kebahagiaan dalam dirinya tergantung kemampuannya mensyukuri apa yang didapatkannya, dengan itu ia akan bisa memesrai keadaan, ia akan bisa berdamai dan mesra dengan segala situasi. Disitulah letak kebahagiaan itu Man...”


Oooaaalaaaahhh...


http://rayasmoro.multiply.com




me and my self

Hand Made (lukisan crayon diatas kertas)

mulai 10 Nov 2008...

free counters