Please, add your self in my guestbook...

Senin, Agustus 04, 2008

Jika Jadi SBY....

JIKA JADI SBY... (metafora berita koran pagi)

Sambil menikmati kopi hitam kental pahitnya, Sariman geleng-geleng kepala membaca berita-berita di koran pagi ini. Selintas angannya melambung ke masa kecilnya yang kurang bahagia. Dulu ketika ditanya 'kalau sudah besar mau jadi apa?', ia selalu menjawab 'ingin jadi presiden', persis seperti jawaban susan 'ria ernes'.

Pada masa kanak-kanak, ia membayangkan betapa enaknya menjadi presiden. Hidupnya terjamin, dihormati banyak orang, bisa pergi kemana-mana keliling indonesia dan dunia, membantu rakyatnya, menyantuni anak-anak tidak mampu, berbicara di forum internasional, tidak pernah terjebak kemacetan, kemana-mana selalu mendapat pengawalan ketat, duitnya banyak, dan seterusnya. Itulah yang ada dalam kepala Sariman kanak-kanak.

Mungkin itu (kesenangan) pulalah yang membuat orang-orang berebut ingin jadi presiden. Biarpun tidak memiliki basis masa sekalipun, mereka menawarkan dirinya, mengiklankan dirinya, untuk sebuah bayangan kekuasaan dan kemegahan. Dan untuk itu mereka rela mengeluarkan biaya ratusan milyar. Tapi tidak bisa juga dikatakan 'rela', karena mereka sudah 'berhitung'. Prinsip ekonomi juga berlaku disini, siapa mau merugi? Pasti sudah ada 'hitung-hitungan' berapa lama ROI (return of investment) nya.

Begitulah, dan Sariman saat ini tidak lagi berkeinginan menjadi presiden. Melihat indonesia, ia seperti melihat benang kusut, "semua semrawut, tidak ketahuan ujung-pangkalnya. semakin coba di urai, semakin bertambah kusut. Saya membayangkan betapa pusing dan stress-nya jadi presiden indonesia", kata Sariman dalam hati. Dan pagi ini koran mengatakan "keputusan menjadi taruhan popularitas presiden" (Kompas, 5 Agustus 2008, hal.1) berkaitan tentang dugaan keterlibatan 2 menteri dalam kasus korupsi.

Ada dua hal yang perlu digaris bawahi yakni tentang 'keputusan' dan 'popularitas'. Seorang presiden, kepala negara, sudah selayaknya membuat keputusan-keputas taktis maupun strategis yang tentu saja keputusan itu harus dalam pilar untuk kepentingan rakyat. Artinya presiden tidak memiliki pilihan keberpihakan selain kepada rakyat. Lalu ada apa dengan 'popularitas?'. Jika 'keputusan' yang diambil hanya untuk mendongkrak popularitas, itu berarti telah terjadi pembelokan keberpihakan, karena sarat dengan muatan politis, apalagi menjelang pemilu 2009.

Saya tidak tahu, apakah sebagian besar rakyat indonesia setuju presiden memberhentikan dua mentrinya yang diduga terlibat kasus korupsi, atau setuju presiden mempertahankan kedua dengan dalih yang sangat 'klise', 'azas praduga tak bersalah'. Kenyataannya Pak SBY sudah memutuskan untuk tetap mempertahankan kedua pembantunya itu. "Kepercayaan kepada Paskah dan Kaban akan dicabut dengan pemberhentian sebagai menteri jika keduanya dinyatakan bersalah oleh pengadilan" kata Presiden (Kompas, 5 Agustus 2008).

Menarik apa yang dikatakan Pak Eep, bahwa presiden seharusnya bisa memilah proses birokrasi, hukum dan politik. Dari sisi birokrasi, presiden memegang hak tertinggi untuk memutuskan yang terbaik dalam kabinet dan jajarannya. Dari sisi hukum, tentu saja mempertahankan dua menteri dengan dalih 'asa praduga tak bersalah' bisa diterima dan ini sangat normatif, klise. Ketidak mampuan memilih dan bersikap tegas justru akan berpengaruh secara politis. Padahal seorang pemimpin seharusnya berani mengambil keputusan dengan cepat dan tegas (decisive). Dengan hanya berlaku normatif, bisa menjadi bumerang dan semakin meluasnya ketidakpercayaan dan tercederainya kepercayaan publik.

"Wah wah wah... repot ya jadi presiden. Selalu di hadapkan pada pilihan-pilihan dilematis, belum lagi serangan dari kelompok-kelompok tertentu dengan kepentingan-kepentingannya masing-masing. Perbaikan ekonomi belum beres, krisis energi belum teratasi, lumpur lapindo belum surut, kasus munir belum terpecahkan, pemberantasan korupsi bari selangkah, narkoba mengancam, pendidikan terabaikan, dan seterusnya sementara pemilu 2009 sudah semakin dekat..." kata Sariman.

Istri Sariman, tiba-tiba muncul disampingnya dan bertanya "Kalo bapak jadi Pak Sby, apa yang bapak lakukan?"

Sariman tergeragap oleh pertanyaan istrinya. Ia tak langsung menjawabnya. Ia menyeruput kopinya yang sudah mulai dingin. Pahitnya membuat lidahnya kelu.

Tidak ada komentar:

me and my self

Hand Made (lukisan crayon diatas kertas)

mulai 10 Nov 2008...

free counters