Please, add your self in my guestbook...

Kamis, Agustus 07, 2008

MERDEKA Namanya

Yang Dicari Sariman, Merdeka Namanya
(Ray Asmoro)

Sariman pusing duabelas keliling! Sekian lama ia mencari anaknya yang hilang; Merdeka namanya. Ketika berita tentang pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Ryan, Sariman resah, jangan-jangan Merdeka menjadi salah satu korbannya. Tapi lega hatinya, dari 14 korban Ryan, Merdeka bukan salah satunya. Merdeka belum mati. "Merdeka masih ada" begitu keyakinannya. Ia terus mencarinya. Terus mempertanyakannya, "dimanakah (ke) Merdeka (an) ?". Setelah sekian lama tak bertemu, seperti apakah wujud Merdeka sekarang?

Maka mulailah Sariman melakukan perjalanan pencarian. Di jalanan ia menjumpai ratusan anak-anak muda bergerombol, berjalan beriringan, berteriak-teriak sambil membentangkan spanduk protes dan menuntut sesuatu, jalanan jadi macet. "Jangan-jangan Merdeka ada diantara mereka" pikir Sariman. Kemudian ia menyelinap ditengah-tengah anak-anak muda itu. Tapi ia harus kecewa, Merdeka tak ada disana.

Malam hari Sariman bertanya kepada seseorang, "Bung tahu Merdeka?". Si Bung menjawab, "Ahaaa.. saya tahu, Merdeka itu adanya di suatu tempat..." katanya. Lalu Sariman meminta Si Bung mengantarkannya ke tempat yang dimaksud. Untuk memasuki tempat itu, ada beberapa petugas keamanan, dan harus membayar dulu beberapa puluh ribu rupiah agar diperbolehkan masuk, dan karena sudah membayar, Sariman mendapatkan 'hadiah' soft drink. Tapi begi masuk ruangan itu, gendang telinga Sariman mau pecah rasanya. Musik 'ajib-ajib' mengentak hingga ke jantung. Lampu berkilau-kilau dalam temaram. Ratusan orang menari, berjingkrak, bahkan ada yang bercumbu.

"Dimana Merdeka, bung?" tanya Sariman pada Si Bung.

"Ahaa... mereka semua merdeka. Disinilah tempat bagi orang-orang merdeka, orang-orang bebas. Tidak ada tekanan disini, stress menjadi tawar, permasalahan seketika lenyap disini, disinilah tempat yang paling merdeka. Merdeka!!! Hahaha..." begitulah kata-kata yang keluar dari mulut Si Bung dengan aroma alkohol yang menyengat. Dan Sariman buru-buru menyelinap keluar dari tempat itu.

Sariman sampai di Porong Sidoarjo. Banyak warga berkeluh kesah, rumah dan tanahnya hilang tak ada penggantian, hanya janji-janji palsu yang mereka dapatkan. Ketia ia menanyakan apakah ada Merdeka diantara mereka, para warga menjawab, "Tidak ada Merdeka disini! Salah alamat kalau mencari Merdeka disini!". Di sebuah daerah ia menjumpai petani yang kecewa, saatnya panen, bulir padinya kosong, lalu mereka membabat habis tanaman padinya disawah seperti orang kesetanan. Sariman mampir sejenak dan bertanya, apakah mereka melihat Merdeka? Mereka menjawab, "Merdeka? sepertia apa rupanya? seperti apa bentuknya? Sepertinya tak ada disini. Disini yang ada lahan-lahan sawah kering, sarana irigasi rusak, padi-padi kami tak berisi, harga pupuk melambung tinggi, sementara harga gabah membuat pilu hati ini. Disini kami tidak pernah mendengar Merdeka. Dulu pernah kami dengar tapi itu sudah lama sekali, cerita kakek moyang kami. Tapi kami tidak pernah bertemu dengannya. Akhirnya kami yakin Merdeka itu hanya mitos, cerita karangan saja."

Diamanakah Merdeka? jerit lirih Sariman dalam hati.

Dalam perjalanan mencari Merdeka, Sariman sampai disebuah sekolah yang sepi. Sebenarnya gedung itu tak nampak sebagai sekolah, lebih pas jika disebut kandang ayam. Dindingnya dari tripleks yang sudah mengelupas dan bolong disana-sini, gentengnya sudah pecah-pecah bahkan sebaian berlubang, bentuknya sudah tidak simetris lagi, miring. Kayu-kayunya keropos dimangsa rayap-rayap. Yang membuat Sariman yakin itu sekolahan dan bukannya kandang ayam adalah karena didepan ada tulisan yang menyebutkan Sekolah Dasar anu. "Adakah Merdeka disini?" tanya Sariman kepada seorang pengajar disana, yang sebenarnya sama sekali tidak terlihat sebagai sosok guru, penampilannya lusuh, mukanya sama sekali tidak membersitkan kegembiraan dan keramahan.

"Maaf pak, dulu sih saya pernah mendengarnya. Tapi sekarang saya sudah tidak pernah mendengar Merdeka lagi. Kalau tidak salah itu merdeka itu paket yang berbentuk subsidi pendidikan, perbaikan dan perawatan bangunan, peningkatan fasilitas pendidikan, dan peningkatan kesejahteraan pengajar."

Lagi-lagi Sariman harus kecewa. Tapi ia tak putus asa. Ia terus berjalan. Dan disebuah kawasan industri ribuan pekerja mogok, menuntut peningkatan upah dan tunjangan kesejahteraan. "Apakah Merdeka ada diantara kalian?" tanya Sariman kepada koordinator aksi mogok itu. "Wah pak, tak adalah Merdeka disini. Nama yang aneh itu, baru pertama kami mendengarnya. Sudah berpuluh-puluh tahun kami kerja disini, dan tak adalah itu yang namanya Merdeka", jawabnya.

Di TV Sariman menyaksikan orang-orang mengenakan setelan jas lengkap, rapat dan bersidang di gedung parlemen. "Jangan-jangan Merdeka ada disana..." pikirnya. Tak pikir panjang, ia datangi gedung parlemen. Tapi ia tertahan dipintu masuk. Petugas tak mengijinkannya masuk. "Bapak keperluannya apa?"

"Saya mau mencari Merdeka"
"Mencari Merdeka? Tidak ada Merdeka disini"
"Tolong ijinkan saya masuk, biar saya mencarinya sendiri"
"Tidak bisa pak, ini gedung wakil rakyat, tidak sembarang orang bisa masuk"
"Apa??? Aneh ya.. kamu bilang ini gedungnya wakil rakyat. Saya ini rakyat, mau mencari Merdeka. Masa mau masuk di gedung wakilnya ngga boleh?"

Sariman memaksa masuk. Petugas menhalanginya. Sariman tetap memaksa. Petugas segera bertindak. Sariman di 'cengkiwing', tapi ia tetap meronta. Lalu petugas memukulnya dengan pentungan dan memborgol Sariman. Kini Sariman menjadi tahanan polisi dan bayangan Merdeka selalu mengantuinya dalam mimpi dibalik bui.

Tidak ada komentar:

me and my self

Hand Made (lukisan crayon diatas kertas)

mulai 10 Nov 2008...

free counters