Please, add your self in my guestbook...

Jumat, Agustus 22, 2008

Berguru Pada Kecoa

(Ray Asmoro)

BERGURU PADA KECOA

Entah ada masalah apa antara Sariman dan Kecoa. Punya hutang apa ia dengan kecoa. Yang pasti saat melihat kecoa Sariman selalu melompat dan berlari sambil teriak histeris seperti para ABG yang mendapatkan jerawat diwajahnya. Apa sih yang sariman takutkan dari seekor kecoa. Padahal sekali injak, mampuslah ia. Menurut ‘orang pintar’ Sariman memiliki fobia terhadap kecoa, dan itu bisa disembuhkan.


Kembali soal kecoa. Binatang ini adalah insekta dari ordo Blattodea yang terdiri dari 4.500 spesies dalam 6 familia. Yang sering kita jumpai disini, kecoa memiliki tubuh kecil, berwarna coklat gelap. Dari penampilannya --yang bagi banyak orang dianggap menjijikkan-- binatang ini seolah tidak berguna. Lalu mengapa Tuhan menciptakannya jika tak berguna? Nah itu dia…

Lha kita para manusia ini seringkali mengabaikan yang ‘kecil’. Selalu memburu hal-hal besar, padahal yang besar itu adalah kumpulan dari yang kecil-kecil. Uang 100 juta adalah kumpulan dari uang 1000 atau 100 ribuan. Melupakan yang kecil sama artinya mencederai cita-cita besar kita sendiri. Melukai rakyat kecil sama artinya menghianati cita-cita bangsa. Nah inilah yang terjadi saat ini. Korupsi merajalela dan proses pencegahannya hanya setengah hati, pengangguran terdidik sudah lebih dari 4,5 juta jumlahnya, harga BBM naik disusul kenaikana harga sembako sementara pendapatan masyarakat tidak beringsut naik, korban Lumpur Lapindo selalu berhadapan dengan tembok, bahan bakar minyak tanah di konversi ke LPG tapi gas langka, parlemen seharusnya menyuarakan kepentingan rakyat banyak eh malah ramai-ramai berkomplot memakan duit rakyat, pelanggar HAM dibiarkan bahkan dilupakan begitu saja tanpa ada proses hukum yang jelas, dan masih banyak lagi. Dan itu semua membuat ‘rakyat kecil’ terluka! Para penyelenggara Negara ini –mungkin- tidak pernah belajat pada sejarah, tidak memedulikan hal-hal kecil dan hanya terobsesi oleh hal-hal besar saja. Kemudian memperlakukan ‘orang kecil’ selayaknya kecoa, yang seolah tak berguna, tak memiliki kepentingan dan hanya layak untuk di injak-injak.


Hati-hati, jika “kecoa-kecoa” ini (4,5 juta lebih pengangguran, jutaan korban keserakahan penyelenggara Negara, jutaan masyarakat yang ditelantarkan oleh sistem pemerintahan, jutaan petani dan nelayan yang selalu jadi korban, jutaan pekerja yang tak diberikan perlindungan rasa keadilan, dll) berkumpul dan bersatu dalam satu barisan perlawanan… hmmm… aku sungguh tak bisa membayangkan apa yang bakal terjadi. Tanda-tanda sudah jelas, 60% penduduk negeri ini adalah GOLPUT, lantaran tidak ada yang bisa mereka percayai.


Mari kita berguru pada kecoa.


Kecoa memili dua antena dan kaki-kaki dengan rabut-rambut halusnya sebagai penala getaran. Ia memiliki reaksi senso-motorik, jika merasakan getaran mampu bereaksi secara cepat hingga 15-20 milidetik atau lebih cepat dari kedipan mata. Jadi jangan heran ketika anda melihat kecoa di meja, dan anda baru mau mengambil penebah untuk mengusirnya, kecoa itu sudah hilang dari hadapan anda.


Pelajaran yang bisa kita petik adalah kecoa memiliki kepekaan yang luar biasa dan mampu bereaksi dengan cepat pula. Dan ini yang ironi pada manusia. Manusia memiliki indera dan perasa yang supercanggih tapi dibiarkan tumpul oleh kemilau dunia. Mata kita tertutup oleh tirai materi dan dunia, telinga kita sibuk menyimak gosip murahan, hidung kita selalu kita ajari mengendus-endus aib orang lain, lidah kita kita ajari untuk berkata dusta dan janji-janji semu, tangan kita, sebelah kita didik untuk melempar batu, sebelahnya kita didik untuk merampas hak orang lain. Pemimpin-pemimpin kita tidak lagi memiliki kepekaan dan tidak mampu bereaksi secara cepat terhadap penderitaan persoalan-persoalan bangsa. Selalu saja ‘rakyat kecil’ yang di korbankan.


Menurut penelitian para ahli, Kecoa ternyata mampu membersihkan sampah organik dengan cara mendekomposisikannya. Lha ini yang kita tidak bisa lakukan. Sampah-sampah masyarakat kita biarkan bergentayangan dimana-mana, harta Negara dirampok, kita diam saja dan memakluminya. Para perampoknya tidur nyenyak dipenjara yang dibuat senyaman hotel berbintang dengan fasilitas yang memadai. Kita hanya bisa membuat sampah tapi kita gagal melakukan dekomposisi karena kita tidak paham tentang nilai-nilai. Kita teriak-teriakkan Good Corporate Governance tapi diadalamnya keropos seperti sebatang kayu dengan sejuta rayap menggerogotinya.


Ingat bencana nuklir di Cernobyl? Ternyata, satu-satunya hewan yang tahan terhadap radiasi nuklir adalah Kecoa. Ia memiliki ketahanan 6-15 kali lebih besar dari manusia. Bahkan ketika kita penggal kepalanya, kecoa masih mampu bertahan hidup selama beberapa hari (ada yang mengatakan 2 hingga 4 minggu!). Lalu bagaimana ketahanan kita? Kita tentu masih ingat bagaimana spekulan pasar modal memporak porandakan keadaan ekonomi-moneter bangsa ini beberapa tahun lalu, kita juga pasti masih ingat bagaimana bangsa ini mampu dipecah belah oleh isu SARA seperti terjadi di Poso dan Ambon, isu santet di Banyuwangi, perang antar suku di Sampit, ‘jotos-jotosan’ di dalam gedung dewan, semua itu bukti nyata bahwa betapa kita ini lemah, tidak memiliki daya tahan yang kuat untuk menghadapi berbagai persoalan. Pertanyaannya adalah apa yang melemahkan? Satu-satunya jawaban yang paling mendekati kebenaran adalah karena kita telah mengkotak-kotakkan diri, memperjuangkan kepentingan gerombolan, acuh terhadap kepentingan bersama, terbuai fanatisme sempit dan lunturnya nasionalisme dan persatuan.


Tetapi yang paling luar biasa dari kecoa adalah kemapuannya beradaptasi terhadap perubahan. Menurut penelitian, Dinosurus hidup di jaman pra-sejarah Mesozoikum, 225 juta tahun yang lalu. Dan kecoa sudah eksis sejak 300 juta tahun lalu! Sekarang anda bayangkan, Dinosaurus binatang raksasa segede ‘gambreng’ itu lenyap-musnah sejak 65 juta tahun lalu, sedangkan kecoa tetap eksis hingga sekarang! Jadi kecoa adalah salah satu binatang purba yang masih hidup hingga sekarang.


Dan Indonesia, dimana sekarang adanya? Setiap kali telunjuk kita menunjuk sesuatu yang tertunjuk adalah ‘ini amerika’, ‘ini jepang’, ‘ini italia’, ‘ini china’, ‘ini jerman’, tidak ada yang bisa kita banggakan dengan mengatakan ‘ini lho indonesia’. Indonesia telah diserbu oleh produk-produk asing, oleh budaya dan gaya hidup asing, oleh ‘brand’ asing. Dari mulai makanan, minuman, pakaian, kasur, sendok, kompor, pisau dapur, gunting kuku, hingga handphone, motor, mobil… semua berlabel ‘asing’. Bahkan reog yang hampir kita lupakan, dan batik yang sebelumnya enggaan kita kenakan (hanya baru-baru ini menjadi trend) tiba-tiba nyaris diakui sebagai produk budaya negara lain, lalu kita sewot padahal sebelumnya tak mau tahu. Apakah ini juga tanda-tanda awal kemusnahan kita, lantaran kita kurang responsif dan tidak adaptif terhadap perubahan?


Mari kita berguru pada Kecoa.




Tidak ada komentar:

me and my self

Hand Made (lukisan crayon diatas kertas)

mulai 10 Nov 2008...

free counters