Please, add your self in my guestbook...

Rabu, Juli 18, 2007

KENAPA TAKUT BERMIMPI ?

“Life is beautiful” adalah salah satu film favorit saya, dibintangi dan disutradarai oleh Roberto Benigni yang dikemas secara komedian dan sangat teateral namun menyuguhkan ironi yang luar biasa pekatnya.

Yang menarik dari film tersebut salah satunya adalah “mimpi” yang disuguhkan sang ayah bagi anaknya agar mampu bertahan dan selamat. Sang anak selalu diberikan impian bahwa yang mereka jalani adalah sebuah permainan untuk mendapatkan hadiah sebuah tank lapis baja seperti impian anaknya.
Dan benar, hidup ini tak lebih dari sekedar permainan, semakin banyak poin yang kita kumpulkan maka semakin besar peluang kita untuk menjadi pemenang. Bukankah kesuksesan besar itu adalah buah dari keberhasilan kita mengumpulkan kesuksesan-kesuksesan kecil? Begitulah kata para motivator.

Sewaktu kecil, kami anak-anak dusun sangat terkagum-kagum jika ada mobil sedan atau truck yang melintas di jalan dusun kami yang penuh bebatuan. Kami akan berlarian dibelakang mobil yang tak mungkin melaju kecang dijalan bebatuan itu, kami hirup bau asap knalpotnya, dan itu suatu kemewahan bagi kami. Jika ada pesawat melintas diatas dusun kami, kami anak-anak kecil berlarian ke halaman lalu berteriak-teriak “Hooy…! Minta uangnya…! Minta Uangnya…!” seolah-olah suara kami terdengar oleh penumpang pesawat yang nun jauh tinggi disana.
Saya seringkali tersenyum-senyum sendiri mengingat hal-hal seperti itu. Kalau dipikir-pikir kenapa kami waktu itu selalu berteriak “Hooy..! Minta Uangnya…!” mengapa kami tidak berteriak “Hooy.. Ajak kami terbang..!”. Mungkin karena kami setiap hari hidup dalam himpitan kemiskinan sehingga uang menjadi segala-galanya. Namun saya ingat betul, walaupun saya salah satu yang ikut berteriak “Hooy..! Minta uangnya..!” tapi entah mengapa dan entah darimana datangnya ada secuil impian dalam benak saya, bahwa suatu ketika saya harus menjadi salah satu orang yang duduk dalam pesawat itu. Ya suatu ketika, harus! Impian yang naïf bagi anak dusun seperti saya.

Bertahun-tahun saya menunggu dan berupaya mewujudkan mimpi kecil itu. Ternyata mimpi kecil itu baru terwujud setalah saya berumur 29 tahun! (saya sudah hijrah dan bekerja di Jakarta). Saat memasuki pintu pesawat saya ingat masa-masa kecil dulu. Begitu pesawat take off dan mulai terbang tinggi, airmata saya menetes. 29 tahun lamanya saya menunggu saat-saat seperti ini! Saya lihat keluar jendela, saya seperti melihat sebuah peta besar dibawah sana. Saya membayangkan saya dan teman-teman saya masa kecil dulu berada dibawah sana bertelanjang dada tanpa alas kaki, berteriak-teriak “Hooy..! Minta Uangnya…!”. Saya juga melihat hamparan awan seperti tumpukan beribu-ribu ton kapas. Oh, akhirnya mimpipun menjadi nyata. I Believe I Can Fly. Subhanallah…

Cerita lain. Saat masih kecil belum ada listrik didusun kami, jalan tidak beraspal dan becek dimusim hujan, hampir tidak ada satupun warga yang memiliki pesawat televisi. Bude yang mengasuh saya seringkali mengajak saya nonton TV di rumah Pak Kades (kepala desa). TV hitam putih 14 inchi dipajang dihalamannya. Suasananya percis orang nonton layer tancap. Baru pada saat saya berusia 4 tahun, bapak saya mampu beli TV (hitam putih) yang menggunakan accu untuk menyalakannya, karena listrik belum ada.

Entah mengapa saya suka dengan acara Aneka Ria Safari dan Selekta Pop (pada saat itu yang ada hanya TVRI) dan Film cerita akhir pekan, apalagi jika bintang filmnya Rano Karno. Saya sangat mengidolakannya semasa kecil. Bahkan jika Rano Karno muncul di acara Film Cerita Akhir Pekan dan saya tertidur dan ibu tidak membangunkannya, maka bisa dipastikan saya akan marah-marah esoknya jika dengar cerita dari teman atau orang lain.

Karena mengidolakan Rano Karno semasa kecil, maka saya punya impian menjadi aktor. Diam-diam seringkali saya ekting sendiri didepan kaca. Saya bisa tiba-tiba sedih dan menangis kemudian saya bicara dan berdialog sendiri, lalu tiba-tiba saya tertawa-tawa.

Saat SMA saya memilih aktifitas teater untuk kegiatan ekstrakurikuler. Begitu juga pada saat kuliah, kegiatan saya di teater semakin menjadi-jadi, bahkan saya pernah membawa kelompok teater saya mengisi 4 episode untuk tayangan di TVRI Stasiun Surabaya (Programa 2). Dan saya berperan sebagai penulis naskah, sutradara sekaligus aktor. Pada saat itu, untuk dapat kesempatan tampil di televisi adalah sebuah prestasi yang luar biasa. Apalagi kelompok kami belum genap 2 tahun. Maka satu lagi impian kecil saya menjadi kenyataan. Walaupun tidak seideal yang diinginkan.

Banyak impian saya yang telah menjadi kenyataan. Bahkan dahulu saya pernah memimpikan menjadi direktur sebuah perusahaan. Karena dalam bayangan saya jadi direktur itu enak, banyak duitnya, hidupnya menyenangkan. Dan benar impian itupun menjadi kenyataan! Walaupun ternyata tidak seenak yang saya bayangkan sebelumnya karena tugas dan tanggungjawabnya ternyata sedemikian besar.

Saya coba analogikan, semisal anda ditantang untuk memasukkan satu buah bola basket ke dalam keranjangnya maka probabilitas anda dapat memasukkannya adalah 1:1. Tapi jika anda diberikan 10 bola basket untuk dimasukkan ke keranjangya maka probabilitas keberhasilan anda adalah 1:10, bukan? Sekarang coba anda bayangkan bola basket itu adalah impian atau cita-cita anda. Jika anda hanya punya satu impian maka bersiaplah menerima kegagalan karena probabilitasnya rendah, tapi jika anda punya beberapa impian maka bersiap-siaplah menyongsong keberhasilan karena kemungkinan salah satu dari impian anda menjadi nyata.
Saat saya duduk sebagai Head of HR, saya sering melakukan wawancara. Beberapa kali saya bertanya kepada pelamar “apa yang ingin anda capai atau wujudkan dalam kurun waktu 5 atau 10 tahun ke depan?”. Rata-rata mereka kebingungan mencari jawaban. Mungkin juga karena nervous. Tetapi mengapa hampir semua begitu? Namun ada diantara mereka yang menjawab “saya ingin punya pekerjaan tetap dan menikah, pak”. “Hanya itu?” Ia menjawab “kalau keinginan sih banyak pak”. “Coba sebutkan”. “Saya ingin punya rumah sendiri, punya mobil, dan bisa membiayai orang tua berangkat ibadah haji”. “Lalu, apa itu mustahil?”. “Yah, sepertinya tidak mungkin pak. Sekarang saja saya masih baru mencari pekerjaan”.

Impian itu adalah bentuk visualisasi dari keinginan, cita-cita atau tujuan kita. Lha bagaimana bisa sampai pada keinginan atau cita-cita jikalau kita tidak pernah bisa memimpikannya. Tidak pernah mampu memvisualkannya. Bagaimana kita bisa menginginkan dapat mobil jika kita tidak pernah punya gambaran mobil itu seperti apa. Bagaimana kita bisa mendapatkan istri yang cantik, misalnya, jika kita sama sekali tidak punya gambaran tentang kecantikan.
Banyak orang sukses menasehati, untuk berhasil anda harus terlebih dahulu memimpikan keberhasilan itu, kemudian anda harus meyakini bahwa keberhasilan itu bisa diraih, lalu… raihlah. Simpel bukan?

Jadi kenapa takut bermimpi? Bermimpilah!

Tidak ada komentar:

me and my self

Hand Made (lukisan crayon diatas kertas)

mulai 10 Nov 2008...

free counters