Please, add your self in my guestbook...

Selasa, Mei 06, 2008

Tokoh Baru ?

Mana Tokoh Baru Kita ?

Sejudul berita di Kompas hari ini (6 mei 2008) di halaman 2, terbaca "PILPRES 2009 ; Tidak Ada Tokoh Yang Baru" rasanya cukup menggelitik walaupun sebenarnya tidak aneh dan wajar-wajar saja. Tidak aneh dan wajar karena itu seperti film india atau hollywood yang mudah ditebak jalan cerita maupun ending-nya. Begitu juga dengan hingar-bingar panggung politik kita. Sisi 'menggelitik'nya adalah beberapa waktu lalu, para tokoh (yang mengaku) pemuda mengadakan perhelatan dan cukup banyak diekspose media masa, dan para tokoh pemuda itu memajang sebuah kalimat yang cukup provokatif, "Saatnya Pemuda Memimpin".

Kategori pemuda dalam panggung politik ini sangat relatif. Dari pusar keatas boleh tua, tapi dari pusar ke bawah tetap muda (hahaha...). Jika menilik usia, kita biasa mengkategorikan usia seperti ini : 0-5 tahun disebut balita, 5-12 tahun disebut anak-anak, 12-19 tahun disebut remaja, 20-40 tahun disebut dewasa, diatas 40 seharusnya disebut tua. sedangkan usia produktif adalah usia 19-55 tahun (55 tahun adalah usia pensiun). Lha terus usia berapa yang layak disebut pemuda? entahlah, silakan diperdebatkan sendiri (saya ndak ikut-ikut soal itu).

Hasil survey dari berbagai lembaga dan berita-berita di media menyebut tokoh-tokoh lama seperti Hamengkubuwono X, Wiranto, SBY, Jusuf Kalla, Akbar Tanjung, Sutiyoso, Megawati, Gus Dur, masih memiliki potensi untuk maju dan mencalonkan diri dan itu di 'amin'-i oleh para responden yang juga memilih nama-nama itu.

Dari dasar itu, bisakah kita menyimpulkan bahwa terjadi kemandegan dalam proses regenerasi pemimpin bangsa ini? atau sebenarnya proses regenarasi itu berlangsung tetapi tidak ada Pemuda yang siap dan memiliki kompetensi? atau dengan kata lain, Apakah Pemuda-nya tidak ada yang punya nyali, beraninya hanya membuat provokasi dan pernyataan media, padahal tendensinya hanya sekedar 'menjual' dirinya agar masuk dalam bursa pencalonan atau dipinang oleh partai-partai besar? atau juga lantaran Pemuda itu hanya bisa berangan-angan dan bermimpi bisa menjadi pemimpin padahal realitanya tidak ada kompetensi dan daya dukung dibelakangnya? Oalaaah.. pemuda...

Banyak dari kita mengkritik pedas, mencaci bahkan menghujat-hujat pemimpin dan tokoh-tokoh tua, kemudian setelah mendapatkan kesempatan justru berada diposisi yang dulu mereka kritik tanpa bisa melakukan perubahan menjadi lebih baik. Angkatan 66 begitu kritis terhadap rezim Soekarno, namun begitu mereka memimpin kritik kepada mereka juga tidak pernah sepi bahkan dianggap gagal melakukan perbaikan, kemudian muncul reformasi. Anak-anak orde reformasi ini kemudian memegang kendali, tetapi mereka tidak lebih baik dari yang sebelumnya mereka kritik dan hujat-hujat. Akankah sejarah seperti itu terulang kembali?

Bagi Sariman sudah jelas, "Mau tokoh lama kek, mau tokoh baru kek, mau tua kek, mau muda kek, mau laki-laki kek, mau perempuan kek, mau partisan kek, mau independen kek, ndak penting. Yang penting ia harus...."

Tidak ada komentar:

me and my self

Hand Made (lukisan crayon diatas kertas)

mulai 10 Nov 2008...

free counters