Please, add your self in my guestbook...

Kamis, Mei 08, 2008

O.M.B.


OMB (Orang Miskin Baru)

Yang sering kita dengar adalah istilah OKB alias Orang Kaya Baru. Istilah itu diperuntukkan kepada orang-orang yang (seolah-olah) 'ujug-ujug' jadi orang yang berlimpah harta. Ada yang tadinya setiap hari kesana-kemari naik bis kota, berdesak-desak didalamnya, kemudian tiba-tiba keadaan berubah, tidak pernah naik angkutan umum lagi, kini kesana-kemari mengendarai 'X-Trail' misalnya. Atau orang yang tadinya biasa-biasa saja secara ekonomi, kemudian menikah dengan janda kaya raya, maka sekonyong-konyong berubahlah hidupnya. Atau, beberapa tahun lalu masih jadi avonturir, tidak jelas status dan pekerjaannya, kemudian aktif di partai politik dan setelah pemilu ia terpilih jadi anggota parlemen, sekarang punya gaji besar, tunjangannya banyak, setiap rapat ada insentifnya, rumah dinas ia punya bahkan diam-diam membeli beberapa rumah di komplek perumahan elit, mobil dinas ia ada tapi kemana-mana pakai 'Lexus', kemaren ia 'apa adanya' sekarang berubah jadi 'apa-apa ada'. Masih banyak lagi cerita-cerita yang menggambarkan OKB.

Ada OKB, bagus-bagus saja. Hanya kemudian sangat disayangkan disisi lain juga muncul yang disebut OMB alias Orang Miskin Baru. (ini mungkin saya juga termasuk) Tapi termasuk atau tidak kita harus sepakat dulu tentang ukuran kemiskinan ini. Karena ada orang kaya yang selalu merasa belum kaya biarpun jelas-jelas gaya bergaya hidup jet-set, aset dimana-mana dan seterusnya. Ada orang kaya yang pura-pura miskin. Ada yang miskin tapi sok kaya, jalannya
petentang-petenteng, padahal duit ndak megang, status juga ndak jelas. Saya sebenarnya tidak setuju dengan istilah kaya-miskin ini. Suatu kali saya bertemu orang yang secara fisik terlihat agak kumal, bajunya juga apa adanya, kerja serabutan, pengahsilan tidak tentu, kadang cukup buat makan sekeluarga kadang juga kurang, tapi anehnya dia menolak disebut miskin. Kenapa? "Enak saja dibilang miskin. Saya emang kurang berkecukupan secara ekonomi. Tapi saya syukuri semua yang saya dapat. Dapat rejeki dikit saya syukuri, dapet banyak saya juga syukuri. Selagi saya masih mampu mensyukuri nikmat ini saya tidak miskin. Yang miskin itu yang gagal mensyukuri nikmat!" begitu katanya. Kita harus hargai pendapat bapak itu.

Dan saya seratus persen setuju dengan itu. Tapi tanpa mengurangi rasa hormat saya dan tanpa bermaksud merendahkan siapapun, dalam pembahasan ini saya perlu memberikan sekat kaya-miskin dalam konteks kemampuan ekonomi. Jadi ada baiknya biar tulisan ini cepat selesai dan anda tidak terlalu panjang membacanya, bersepakatlah bahwa orang yang memiliki tabungan (termasuk bisnis, saham, deposito, dsb) sekecil apapun dia tidak bisa dikategorikan miskin, sedangkan yang tidak memiliki tabungan (saving) kita kategorikan miskin, kita asumsikan apa yang mereka dapat tidak ada sisa untuk
saving. Konsekwensinya, kalau ada manajer bergaji 7 juta, tapi pengeluarannya dalam sebulan 7,5 juta, maka kita sebut dia miskin. Tapi jika ada karyawan bergaji 1.2 juta tapi setiap bulan bisa nabung 200 ribu maka kita sebut dia lebih kaya daripada manajer tadi.

Kembali soal OMB tadi. Jika benar begitu rasanya saya sebentar lagi bisa jadi OMB. Apa pasalnya? Setiap bulan saya bisa saving 500 ribu. Bukankah saya kaya? karena banyak saudara-saudara kita yang belum punya 'sisa' untuk saving. Tapi sebentar lagi (dan sekarang sudah mulai terasa) keadaan itu bisa jadi segera berubah. Rencana kenaikan harga BBM membuat harga-harga barang lain tidak terkendali. Istri tetangga saya terlihat manyun, pasalnya setiap pagi biasanya belanja sayur paling banter 20 ribu, sekarang butuh 45 ribu, padahal menunya itu-itu juga. Harga elpiji 15 kg Rp. 180.000, Di Sukabumi harga beras terus naik, harga telur Rp.2.000 per kg naik menjadi Rp. 13.000 (baca Kompas 8 Mei 2008 hal. 22 & 25). BUSYEEET...!!! Itu baru kebutuhan rumahtangga dapur, belum lagi kebutuhan lainnya.

Jadi ketika harga barang-barang kebutuhan pokok naik (bahkan naik sebelum harga BBM naik) maka mau tidak mau 500 ribu anggaran tabungan saya tadi harus saya konversi menjadi anggaran belanja untuk mengawal inflasi dan naiknya anggaran saya dan sepertinya belum mencukupi juga, artinya saya menjadi tidak punya tabungan dan menjadi miskin. Ternyata kaya dan miskin bukan tuhan yang menentukan tapi sebuah kebijakan pemerintah. Ck, ck,ck... Tapi saya tetap tenang, di Headline Kompas 8 Mei 2008, disebut "Bisa Ada 15,68 juta Orang Miskin Baru". Ternyata saya tidak sendiri.


Maka kepada teman dan sahabat yang mungkin mengalami nasib yang sama dengan saya, saya mengucapkan SELAMAT MENJADI O.M.B !


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Naiknya harga minyak emang bikin banyak orang jadi tambah susah, tapi di luar sana banyak orang yang sama sekali nggak terpengaruh dengan hal itu. Mereka orang2 yang sehari ngabisin 100 juta cuma untuk belanja ke mall, jalan2 keluar negeri, selalu makan di restoran mahal dan bayar dengan dollar. Rasanya nggak seimbang. Mungkin bakal lebih baik kalau ada Robin Hood....

me and my self

Hand Made (lukisan crayon diatas kertas)

mulai 10 Nov 2008...

free counters