Please, add your self in my guestbook...

Senin, Mei 12, 2008

Ganti Rugi


Ganti Rugi ;
Win-win Solution ?

(paradigma PILON)

Saudara-saudara kita yang tanah dan pekarangannya di sulap menjadi jalan tol, diberi ganti rugi. Yang merasa berhak tapi tidak menerima, menuntut pemerintah memberi ganti rugi kepada mereka. Saudara-saudara kita yang di Porong Sidoarjo, yang rumah, pekarangan, sawahnya tertimbun lumpur dijanjikan akan diberikan ganti rugi (walaupun dalam prosesnya begitu alot). Kemudian yang lagi jadi bahan perbincangan saat ini di seminar-seminar, di pangkalan ojek, di warung-warung kopi, di ujung gang, tentang rencana kenaikan BBM. Atas rencana kenaikan BBM itu, pemerintah memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai ganti rugi.

Terlepas dari perdebatan setuju-tidak setuju atas rencana kenaikan BBM tersebut, ganti rugi dalam konteks apapun jelas bukan win-win solution. Namanya saja ganti rugi, ya memang ada penggantian tapi tetap saja rugi. Jadi saudara-saudara kita yang lahannya di pakai jadi jalan tol, yang lahan dan rumahnya terkena lumpur panas, mereka mendapatkan penggantian, tapi ya tetap saja rugi. Lha wong namanya saja ganti rugi.

Dalam kaitannya dengan rencana kenaikan BBM dan pemberian BLT, apakah pemberian BLT itu menguntungkan dan rejeki bagi rakyat miskin? Seperti yang pernah dikatakan pak yusuf kalla (wapres RI) "...setiap ada demonstrasi menyatakan tidak setuju (kenaikan BBM) sama halnya dengan mengurangi rezeki orang miskin..." (Kompas, 8 Mei 2008, hal. 18). Pernyataan Yang Terhormat Pak Yusuf Kalla itu mempunyai arti dan menegaskan bahwa BLT itu menguntungkan bagi rakyat miskin. Nah, sekarang mari kita berhitung! BLT yang ditetapkan sebesar Rp. 100.000,- per kepala keluarga, per bulan, ditambah bantuan beras, gula dan minyak goreng. Cukup menarik memang, tetapi coba bandingkan dengan kenaikan BBM yang 30%, kemudian beberapa supir angkot juga berencana menaikkan tarif hingga 100%, harga sayur mayur dan lauk pauk juga tak terkendali, harga gas elpiji meroket, minyak tanah langka, dan seterusnya. Maka BLT yang diberikan tentu saja tidak menjawab permasalahan pemenuhan kebutuhan hidup layak, bahkan masih tekor. Alias rugi. Ya tapi mau apa, namanya saja ganti rugi, bukan ganti untung!

Sekali lagi ini bukan persoalan setuju atau tidak setuju atas rencana kenaikan BBM. Tidak setuju-pun BBM akan tetap naik. Tetapi paradigma ganti rugi itulah yang "menyesatkan". Sehingga selalu saja penerima kebijakan lah yang merugi.

Kalau anda misalnya mengendarai mobil baru anda dijalanan, kemudian anda di serempet oleh kendaraan lain yang mengakibatkan kendaraan anda penyok. Kemudian orang yang menyerempet anda tadi memberikan ganti rugi dengan menanggung biaya perbaikan hingga kembali seperti semula, apakah anda diuntungkan oleh ganti rugi itu? Hmmm, saya yakin anda tidak merasa untung, karena anda harus mengorbankan (minimal) waktu dan tenaga anda untuk sesuatu yang seharusnya tidak perlu. Yang seharusnya anda janji bertemu dengan calon klien atau menyelesaikan pekerjaan kantor atau kegiatan lainnya, semua itu harus tertunda karena anda harus ikut ke bengkel untuk perbaikan mobil anda. Apalagi itu mobil baru anda, pasti anda akan kecewa, kemudian kalaupun hendak dijual nantinya harganya akan turun karena pernah kecelakaan. Belum lagi kalau yang menyerempet anda orangnya suka ngeyel dan merasa benar, anda harus perang urat syaraf dulu untuk mendapatkan ganti rugi yang tidak menguntungkan itu.

Ya namanya saja ganti rugi jadi jangan berharap untung.

[R]

1 komentar:

Anonim mengatakan...

iya sih tp loe tau ndirikan tabiat para pemimpin bangsa ini, yang diats sono tuh...
mereka lebih peduli ma kolega kolega mereka dibanding dengan rakyat yang udah sengsara gini.,..
sebagai orang kecil.. apa blh buat selain mendoakan mertaka

me and my self

Hand Made (lukisan crayon diatas kertas)

mulai 10 Nov 2008...

free counters