Please, add your self in my guestbook...

Senin, November 10, 2008

MEDIA = TERORIS (?) ; metafora berita koran pagi


MEDIA = TERORIS (?) – Metafora Berita Koran Pagi

(Ray Asmoro)

Antara Sariman dan Amrozi Cs memang tidak ada hubungan darah dan kekerabatan. Satu-satunya yang dapat menghubungkan antara mereka adalah bahwa Sariman dan Amrozi Cs adalah sama-sama manusia, ciptaan Tuhan. Itu saja, ndak lebih dan ndak kurang. Hanya saja bedanya, Sariman tidak mendapat ’cap’ sebagai teroris dan Amrozi Cs di ’stempel’ sebagai teroris.


Drama eksekusi mati Amrozi Cs, cukup melelahkan untu diikuti. Setelah tertangkap 3 tahun lalu dan telah lama juga diputuskan bersalah oleh pengadilan, tapi pelaksanaan eksekusi sempat tertunda-tunda. Dalam waktu itu hingga kini berita tentang Amrozi Cs berseliweran di media cetak maupun televisi. Ada yang mengingatkan betapa sadis dan biadabnya perbuatan mereka, beberapa media menurunkan berita misalnya bagaimana gambar dan kehidupan para korban bom bali saat ini. Tetapi ada juga yang mengupas habis kehidupan Amrozi Cs, seperti layaknya pahlawan.


Teroris atau pahlawankah mereka? ”Entahlah” kata Sariman. Bagi ’dunia’ mereka dianggap teroris karena mengancam keamanan dan keselamatan umat manusia. Tetapi mungkin mereka juga pahlawan dalam konsep mereka tentang ’perjuangan’ yang mereka yakini. Hanya saja keyakinan mereka sering bertabrakan dengan yang lain. Maka teroris dan pahlawan menjadi abu-abu bagi Sariman. Layaknya seorang maling ayam, dia maling lantaran mengambil yang bukan haknya, tetapi dia menjadi pahlawan bagi keluarganya karena ia melakukan itu demi memperjuangkan sekolah anaknya misalnya. Bukankan memperjuangkan agar anak bisa sekolah dan menuntut ilmu itu baik? Ya, walupun caranya salah. Dan Amrozi Cs bagi banyak kalangan layak di cap sebagai teroris tetapi bagi media hmmm... bukankah ia ’pahlawan’ yang mampu mendongkrak rating dan oplah dengan menurunkan beritanya dengan begitu ’heboh’.


Media massa begitu piawai dalam mengemas sebuah berita menjadi begitu sensasional. Dan sayangnya yang sensasional dan ”sexy” itu adalah berita-berita yang justru negatif seperti tindak kejahatan, kriminal, korupsi, teroris, narkoba, artis kawin-cerai, dan sebagainya. Sedangkan berita tentang misalnya keberhasilan pemerintah dibidang tertentu tidak mendapat cukup ruang. Sehingga kemudian kita setiap hari, setiap saat, di bombardir oleh berita-berita ”heboh” tadi.


KOMPAS hari ini (10/10/2008) menurunkan sebuah headline ”Media Bisa Menginspirasi Kejahatan”. Gejala yang tampak adalah munculnya kemiripan kasus-kasus kriminalitas yang menonjol tahun ini, katanya. Kita tentu masih ingat cerita anak SD yang luka-luka karena di ’smack-down’ oleh temannya sendiri. Kasus mutilasi juga semakin sering kita dengar. Dan media memperlihatkan fakta-fakta itu begitu heboh, seolah-olah tanpa peduli akan pengaruhnya kepada masyarakat. Padahal untuk (khususnya) televisi, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) telah mengaturnya, tetapi kenyataannya KPI tidak cukup punya ’gigi’ untuk berbuat lebih jauh terhadap media yang tidak menjalankan aturan.


Realitanya, media cetak maupun televisi menyajikan hal-hal negatif dalam kehidupan kita, setiap hari bahkan setiap saat. Berita-berita itu sedemikian hebohnya, sehingga menjadi teror mental bagi kita semua, bagi anak-anak kita. Setiap saat kita di teror, dimana-mana kita di teror. Tidak ada tempat yang steril dari teror. Bukan hanya media massa, semua akhirnya berlomba-lomba melakukan teror. Pemerintah melakukan ’teror’ dengan kebobrokan birokrasi dan menjamurnya korupsi, saudara-saudara kita di porong terababaikan justru Lapindo di proteksi, apa itu bukan teror bagi rakyat? Organisasi-organisasi masa bertindak sewenang-wenang, merasa diri dan kelompoknya paling benar, lalu berkonvoi di jalanan sambil mengibarkan benderanya, kemudian dengan tongkat mereka ’merusak’ dengan mengatasnamakan agama dan kebenaran. Apakah itu bukan teror? Kita selalu mengatakan kepada anak-anak kita, ’jangan nakal ya, kalau nakal saya pukul nanti’ atau ’awas kalau tidak belajar, saya kurung dikamar mandi kamu’, apakah itu bukan teror bagi anak-anak kita?


Maka siapa teroris itu?


Sariman memetik gitarnya, lalu mengalunlah sebuah lagu... ”TERORejing... torejing-torejing... TERORejing...”


Tidak ada komentar:

me and my self

Hand Made (lukisan crayon diatas kertas)

mulai 10 Nov 2008...

free counters