Please, add your self in my guestbook...

Minggu, September 14, 2008

(kali ini harus) Bangga Jadi Orang Indonesia (???)


( Kali Ini Harus ) Bangga Jadi Orang Indonesia ( ? )

- ray asmoro -

Sariman sempat berpikir, apa yang bisa kita (bangsa ini) banggakan sekarang? Sejarah telah mencatat bagaimana bangsa Indonesia pernah ‘diperhitungkan’ oleh Negara-negara dunia di era kepemimpinan Soekarno. Nasionalisme yang dibangun di bawah sistem demokrasi terpimpin saat itu cukup menjawab tantangan global. “Ini dadaku, mana dadamu...” adalah sepenggal kata-kata yang populer, yang pernah keluar dari mulut Soekarno dalam membangkitkan semangat nasionalisme. Tidak hanya urusan politik tapi urusan olahraga pun kita ‘diperhitungkan’ ketika itu. Dan gaya kepemimpinan Soekarno secara tegas menolak ‘disetir’ oleh kekuatan dan dominasi negara-negara adikuasa.


Di era orde baru, tentu kita tidak boleh menafikkan prestasi swasembada beras/pangan sehingga kita menjadi salah satu ‘raja’ ekspor beras di wilayah asia tenggara. Namun demikian, pemerintahan yang dijalankan secara represif dan politik ekonomi yang disatu sisi mendorong tumbuhnya usaha kecil mikro tapi disisi lain menghalalkan konglomerasi, pengusaha-pengusaha ‘kelas teri’ harus bersaing dengan para ‘cukong’ pemilik modal, kesenjangan dan ketimpangan yang ada membuat era ini tidak sepi dari kritik, apalagi menjelang dan setelah era orde baru berakhir. Diakhir masa pemerintahan orde baru, kita diberi ‘warisan’ hutang yang nggak ketulungan besarnya. Prestasi luar biasa dampak dari ketergantungan terhadap ekonomi asing.


Di era reformasi, yang disebut-sebut sebagai era harapan baru, era pembaruan, ternyata tidak lebih baik dari yang sebelum-sebelumnya dalam banyak hal. Di satu sisi kita harus bangga, misalnya bagaimana semangat juang Menkes (Siti Fadilah Supari) untuk menuntut keadilan dari WHO atas kasus virus dan vaksin flu burung, dan kita menang dalam gugatan itu (tapi sayang berita ini tidak mendapatkan porsi cukup di media masa). Kita juga tidak boleh menafikkan prestasi remaja-remaja yang beberapa kali memang dalam lomba fisika di tingkat dunia (salut dan angkat topi buat mereka). Dan masih ada beberapa prestasi yang cukup membanggakan.


Di sisi lain, kita harus menerima keadaan dimana kita dimasukkan dalam daftar 10 negara terkorup di dunia, kita juga harus terima 1 medali emas saja di olimpiade padahal jumlah penduduk kita lebih dari 270 juta jiwa. Di era ini, eforia politik justru membuat benang yang sudah kusut malah semakin kusut saja. Orang-orang berebut kekuasaan. Dan kekuasaan selalu bermuara pada uang. Lalu rakyat kecil menjadi korban. Korupsi semakin mewabah. Semua menjadi ‘raja tega’. Budaya bangsa yang ‘adiluhung’ sudah dilupakan. Pulau Sipadan dan Ligitan hamper direbut Negara lain, lalu buru-buru kita teriak setengah hati “Ganyang Malaysia tapi selamatkan Siti Nurhaliza!”. Batik dan reog hendak di klaim sebagai budaya asli Malaysia, kita seolah tidak peduli. Seolah-olah sudah tidak ada lagi yang bisa kita banggakan. “Ini dadaku, mana dadamu…!!!”.


Tetapi ada satu hal yang cukup membuat kita sedikit terhibur. Persoalan pembatasan musik Indonesia di Malaysia. Kasus ini sebenarnya sudah muncul sejak tahun lalu (2007) yang di suarakan oleh Persatuan Penyanyi dan Pencipta Lagu Malaysia (Papita), dan kembali mencuat akhir-akhir ini. Persatuan Karyawan Industri Musik Malaysia, menuntut pemerintah Malaysia agar mengeluarkan pembatasan penyiaran lagu-lagu Indonesia di Malaysia 90%:10%. Karena saat ini lagu-lagu dari musisi dan penyanyi Indonesia menjadi ‘raja’ di Malaysia, sehingga musisi lokal tidak atau kurang mendapatkan tempat di negerinya sendiri. Intinya bisnis musik di Malaysia di pengaruhi oleh membanjirnya lagu-lagu Indonesia sehingga penjualan album musisi Malaysia tidak bisa bersaing dengan album musisi Indonesia.


Cukupkah hal itu membuat kita (sedikit) bangga? Di satu sisi hal tersebut mengindikasikan bahwa kualitas musik Indonesia ternyata ‘harus diperhitungkan’. Masalah belum sampai ke asia atau mendunia, itu hanya persoalan waktu (ini kalimat menghibur diri sendiri). Tetapi ya masuk akal kalau di Malaysia musik Indonesia di gemari, lha wong di sana banyak TKI. Nah para TKI itu pasti memilih mendengarkan lagu-lagu Indonesia sebagai pelepas rindu tanah airnya.



Tidak ada komentar:

me and my self

Hand Made (lukisan crayon diatas kertas)

mulai 10 Nov 2008...

free counters