Tentu kita ingat betul bagaimana dulu PDIP ‘dipecundangi oleh’ Gus Dur. Bagaimana tidak, sebagai partai yang memperoleh suara terbanyak (98/99) PDIP tidak mampu mendudukkan ‘jago’nya sebagai presiden, dan malah ‘ujug-ujug’ Gus Dur tampil sebagai presiden melalui koalisi poros tengah (dan turun dari kursi kepresidenan juga oleh koalisi poros tengah).
Kita juga tentu masih ingat bagaimana ngototnya Gus Dur dan pendukungnya untuk mencalonkan diri sebagai presiden, walalupun kemudian dinyatakan tidak lolos test kesehatan oleh KPU. Juga bagaimana sepak terjang Gus Dur di NU. Organisasi Islam terbesar di
Yang menarik adalah ketika Partai Buruh memintanya menjadi Calon Presiden 2009, beliau malah mengurungkan niatnya untuk maju menjadi capres, “Umur saya sudah 68 tahun, waktu hidup saya sudah tidak lama lagi” kata Gus Dur menanggapi pencalonannya oleh Partai Buruh (Sindo, 2 Sept 2008, hal 2).
Saya sangat respek kepada Gus Dur bukan lantaran saya fanatik atau pendukungnya. Saya tidak terdaftar sebagai anggota NU ataupun PKB. Jadi respek saya pada Gus Dur tentu tidak ada kaitannya dengan dukung-mendukung atau fanatisme sempit semacamnya. Bagi saya,
Tapi saya jadi sangsi; pendapat saya itu salah. Bagaimana saya ndak sangsi, lha wong yang tau Gus Dur itu cuma dirinya sendiri dan Tuhan. Seperti halnya Bajaj. Kapan dia mau belok, kapan mau jalan, kapan mau berhenti, apa yang dia mau, apa yang dia perjuangkan, hanya dia dan Tuhanlah yang tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar