KEMISKINAN YANG TERPELIHARA
Ada orang miskin yang bangga disebut miskin dan kemudian oleh para politisi pinggiran di provokasi dan dibuatkan wadah ‘gerombolan orang-orang miskin’ untuk melegitimasi kemiskinannya, yang kemudian menjadi komoditas politik semata. Karena kemiskinan sebagai komoditi maka mereka tidak rela jika kemiskinan itu dihapuskan, karena jika demikian mereka tidak memiliki nilai jual dan nilai tawar secara politis.
* * *
Data BPS (Biro Pusat Statistik) menunjukkan angka 37,17 juta orang miskin di
Sudahlah, cukup segitu saja soal data-data tentang kemiskinan. Yang jelas jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun sangat fluktuatif. Kadang naik kadang pula turun. Kenyataannya tidak pernah bisa di tekan secara signifikan. Salah satu kunci untuk menekan angka kemiskinan terletak pada angka garis kemiskinan. Jika garis kemiskinan Rp. 5,556 perkapita perhari, diturunkan menjadi Rp. 5.000,- perkapita perhari, maka akan ada penurunan cukup drastis jumlah penduduk miskin. (Bukankah itu semu?). Demikian pula sebaliknya, jika angka itu dinaikkan. Maka kenaikannya berbanding lurus dengan naiknya jumlah penduduk miskin.
* * *
Dalam ranah politik, kemiskinan bisa menjadi alat propaganda yang ampuh, tapi sekaligus bisa menjadi batu sandungan yang menyakitkan. Coba saja lihat dan dengarkan setiap kali ada pemilu atau pilkada, salah satu janji mereka adalah mengurangi kemiskinan, memberikan lapangan kerja, dan seterusnya. Kemiskinan digunakan sebagai propaganda politik bagi gerombolan tertentu untuk memuluskan jalannya menuju tahta kekuasaan. Disisi lain, penguasa selalu ‘gagap’ jika ditagih janjinya. Dan angka kemiskinan selalu mengenaskan.
Tentu saja kemiskinan bukan hanya persoalan satu Negara didunia. Tapi saya rasa hanya ada satu Negara di dunia yang dalam Undang-Undang Dasarnya memaklumatkan untuk melestarikan kemiskinan.
Inilah akar persoalan sesungguhnya. Jadi pemberantasan kemiskinan itu sebuah kemustahilan. Karena Negara dan pemerintah harus menjalankan Undang-Undang yang mengharuskan memelihara kemiskinan itu tadi. Yang namanya “dipelihara” itu
Mungkin akan beda jika Undang-Undang mengamanatkan “Negara memberikan penghidupan yang layak kepada fakir miskin, anak-anak terlantar, kaum dhu’afa, gelandangan dan pengemis, dan mengentaskan mereka dari keadaannya menuju keadaan yang lebih baik” misalnya, akan lain perkaranya.
1 komentar:
Hi, although I dont understand the language, I thought of leaving a comment here for you and I want to thank you for visiting "My Daily Thoughts" blog. I hope you can visit my other sites too.
Ester's Daily Thoughts
Ester's Money Journal
Concealed Mind
Posting Komentar