TANAH TOEMPAH DARAHKOE
Dahulu, siapapun yang masih berada di bangku pendidikan (SD-SMA) setiap hari senin pagi diwajibkan melakukan upacara bendera. Acara intinya adalah pengibaran Sang Saka Merah Putih diiringi lagu Indonesia Raya dengan sikap hormat. “
Sekarang, entah masih tersisa atau bahkan sudah punah semangat kebangsaan dan kebhinnekaan itu. Realitanya ini Negara jadi kian membingungkan.
Tadi malam saya melihat sebuah acara di televisi swasta, di acara dialog itu ada Pak Andi Malarangeng, Pak Fajrul Rahman, dan aktivis serta mahasiswa sebagai audience-nya. Pak Fajrul (yang pernah jadi korban pemerintahan yang represif dijaman orba) mengecam Pak Andi Malarangeng, ‘habis-habis’an. Kurang lebih dikatakan, bahwa pemberian bantuan dana pendidikan bagi 400 ribu mahasiswa kurang mampu adalah sebuah tindakan pemerintah untuk ‘membungkam’ suara mahasiswa, karena itu dilakukan setelah eskalasi gerakan mahasiswa meninggi lantaran pemerintah menaikkan harga BBM. Lebih lanjut dikatakan, bahwa dana bantuan pendidikan itu adalah dana ‘haram’ karena diambil dari anggaran yang seharusnya dipergunakan untuk rakyat miskin. (Maaf kalau interpretasi saya salah). Kemudian dengan nada provokatif, Pak Fajrul mengarahkan hujatan kepada Pak Andi Malarangeng dengan menuding-nudingkan telunjuknya, dan mahasiswa menyambutnya. Dan menurut saya tidak ada data dan bukti yang cukup valid atas pernyataan “dana haram itu”. Mungkin saja benar tapi mungkin saja tidak.
Saya tidak sedang membahas tentang validitas data BLT dan Bantuan Pendidikan itu. Yang saya lihat adalah kok kita ini jadi bangsa yang aneh ya. Senang menjatuhkan orang, senang menghujat orang, dengan kedok demokrasi dan kebebasan berpendapat. Apa ya begitu demokrasi seharusnya dijalankan? Kerdil amat kita ini!!! Jika memang harus begitu, siapapun yang jadi pemegang amanah kekuasaan negeri ini tidak akan sepi oleh kritik, hujatan dan cacimaki.
Kini setiap stasiun TV mengangkat headline tentang peristiwa 1 Juni 2008 di Monas, amuk masa suatu gerombolan terhadap gerombolan lainnya. Entah mengapa tiba-tiba saya teringat sebuah cerita yang pernah saya baca, Imam Al-Ghazali berkisah ;
Dakwah dan menegakkan kalimat tauhid itu harus dan fardhu’ain bagi setiap muslim. Namun demikian arogansi dan kekerasan justru menjadi bentuk pengingkaran atas kalimat tauhid itu sendiri. Anehnya, (meminjam istilahnya Cak Nun) kita menolak penindasan dengan melakukan penindasan dan penistaan, kita melaknat pencurian dengan mengatakan ‘mengapa bukan kita yang maling’, kita hujat-hujat penguasa dengan berusaha keras menggantikannya dan melakukan hal-hal yang dahulu kita kritik sendiri…
Tanah tumpah darahku…
Akankah darah kembali tumpah, mengalir ditanah pertiwi ini???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar